Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah kepada orang-orang yang beriman itu, supaya mereka memejamkan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka." (an-Nur: 30)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu seluruhnya akan ditanyakan - perihal perbuatannya masing-masing." (al-lsra': 36)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Allah Maha Mengetahui akan kekhianatan mata serta apa yang tersembunyi dalam hati." (Ghafir: 19)
Kekhianatan mata maksudnya ialah pandangan mata kepada sesuatu yang terlarang menurut agama, juga kedipan atau kerlingan mata untuk mengejek dan membawa kepada jalan yang salah.
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Sesungguhnya Tuhanmu itu senantiasa mengadakan pengintaian." (al-Fajr: 14)
1619. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sudah ditentukan atas anak Adam - manusia - perihal bagiannya dari zina, ia akan mendapatkannya itu dengan pasti. Adapun kedua mata, maka zinanya ialah melihat, kedua telinga, zinanya ialah mendengarkan, lisan, zinanya iaiah berbicara, tangan, zinanya ialah mengambil, kaki, zinanya iaiah melangkah, hati bernafsu dan menginginkan dan yang sedemikian itu akan dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim, sedang riwayatnya Imam
Bukhari adalah diringkaskan.
1620. Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Takutlah engkau semua duduk di jalan-jalan." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak mempunyai tempat lain untuk tempat kita duduk-duduk, kitapun bercakap-cakap di jalan-jalan itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Jikalau engkau semua enggan, melainkan akan tetap duduk-duduk di situ, maka berilah pada jalan-jalan itu akan haknya." Mereka bertanya: "Apakah haknya jalan itu, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu memejamkan mata, menahan diri dari berbuat yang menyakiti - yakni berbahaya, membalas salam, memerintah kepada kebaikan dan melarang kejahatan." (Muttafaq 'alaih)
1621. Dari Abu Thalhah, yaitu Zaid bin Sahl r.a., katanya: "Kita semua pernah duduk-duduk di halaman rumah, lalu datanglah Rasulullah s.a.w. Beliau s.a.w. berhenti di muka kita, kemudian bersabda: "Bagaimanakah engkau semua ini, duduk-duduk di tempat kenaikan - yakni di tangga tempat naik turunnya orang yang empunya rumah. Jauhilah duduk di tempat kenaikan rumah itu." Kita semua berkata: "Kita ini hanyalah duduk untuk sesuatu yang tidak dilarang - oleh agama. Kita duduk-duduk di sini untuk mengingat-ingatkan - soal-soal ilmu agama - serta untuk bercakap-cakap." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Adapun kalau engkau semua enggan dilarang, maka tunaikanlah haknya, yaitu memejamkan mata, membalas salam dan berbicara yang baik." (Riwayat Muslim)
Ash-shu'udaat dengan dhammahnya shad dan 'ain, artinya ialah beberapa jalan - dari luar menuju ke rumah.
1622. Dari Jarir r.a., katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal melihat dengan sekonyong-konyong- kepada sesuatu yang diharamkan, lalu beliau s.a.w. menjawab: "Palingkanlah segera akan penglihatanmu." (Riwayat Muslim)
1623. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya pernah berada di sisi Rasulullah s.a.w. dan di dekatnya ada Maimunah, kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum - seorang sahabat Nabi s.a.w. yang buta. Peristiwa ini terjadi sesudah kita diperintah untuk meletakkan tabir - yakni antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya harus diberi tabir jikalau hendak bertemu. Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Bersembunyilah engkau berdua-Ummu Salamah dan Maimunah-dari Ibnu Ummi Maktum ini." Kita
berkata: "Ya Rasulullah, bukankah ia seorang buta yang tidak dapat melihat serta tidak dapat pula mengenal kita." Lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Apakah engkau berdua itu juga buta. Bukankah engkau berdua dapat melihatnya."
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
1624. Dari Abu Said r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang lelaki itu melihat kepada auratnya orang lelaki lain, jangan pula seseorang wanita melihat auratnya orang wanita lain. Jangan pula seseorang lelaki itu berkumpul tidur dengan orang lelaki lain dalam satu pakaian dan jangan pula seseorang wanita itu berkumpul tidur dengan orang wanita lain dalam satu pakaian." (Riwayat Muslim)
dari buku riyadhus salihin
Riyadhus Shalihin Book1.pdf
Riyadhus Shalihin Book2.pdf

Custom Search
Rabu, 05 Januari 2011
Minggu, 02 Januari 2011
Safinatun Najah (Bahtera keselamatan)
Pendahuluan
Tiada kata lain kecuali puji syukur yang kita panjatkan kepada Allah SWT serta sholawat dan salam kita haturkan keharibaan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta semua umat yang mengikuti jejak n beliau sampai hari kiamat.
Selanjutnya Rasululloh SAW telah bersabda :
”Islam telah dibangun atas lima perkara :
(1) :
Sahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad utusan-Nya,
(2) :
Mendirikan sembahyang,
(3) :
Menunaikan zakat,
(4) :
Puasa dibulan Romadhon,
(5) :
Melaksanakan ibadah haji kebaitulloh bagi yang mampu” .
Buku ini adalah terjemah dari sebuah buku kecil yang mengulas kewajiban yang krusial terhadap manusia, buku tersebut bernama asli “Safinatun naja’ fima yajibu ‘alal abdi limaulah” Yang disusun oleh Syeikh al ‘Alim al Fadhil Salim bin Sumair al Hadhromi . Oleh karana itu kami sebagai penterjemah dari anak anak IPKYAMAN (Ikatan pelajar Kalimantan Yaman) menamakan buku terjemah ini dengan nama :
”Bahtera Keselamatan
Tentang
Kewajiban Hamba Terhadap Tuhannya”
Kewajiban tersebut ialah lima perkara yang tersebut dalam hadits Rosul SAW, tetapi penyusun buku tersebut tidak mengulas kewajiban haji karena ibadah haji terkait dengan kemampuan material dan fisik. Tim penterjamahpun tidak memperpanjang buku tersebut. Sekian kata pengantar kami sebagai pembuka, wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
(Muqoddimah)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.
(BAB I)
”Aqidah”
(Fasal Satu)
Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:
1.
Bersaksi
bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah
utusanNya.
2.
Mendirikan
sholat (lima
waktu).
3.
Menunaikan
zakat.
4.
Puasa
Romadhan.
5.
Ibadah
haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya
(Fasal Dua)
Rukun iman ada enam, yaitu:
Beriman
kepada Allah SWT.
1.
Beriman
kepada sekalian Mala’ikat
2.
Beriman
dengan segala kitab-kitab suci.
3.
Beriman
dengan sekalian Rosul-rosul.
4.
Beriman
dengan hari kiamat.
5.
Beriman
dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah SWT.
(Fasal Tiga)
Arti La ilaha illallah
Adapun
arti “La ilaha illallah”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam
kenyataan selain Allah.
(BAB II)
”Thoharoh” (Bersuci)
(Fasal Satu)
Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia
remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
1.
Bermimpi
(junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
2.
Keluar
darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .
(Fasal Dua)
Syarat boleh menggunakan batu untuk
beristinja ada delapan, yaitu:
1.
Menggunakan
tiga batu.
2.
Mensucikan
tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3.
Najis
tersebut tidak kering.
4.
Najis
tersebut tidak berpindah.
5.
Tempat
istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6.
Najis
tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala
kemaluan depan) .
7.
Najis
tersebut tidak terkena air .
8.
Batu
tersebut suci.
(Fasal Tiga)
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1.
Niat.
2.
Membasuh
muka
3.
Membasuh
kedua tangan serta siku.
4.
Menyapu
sebagian kepala.
5.
Membasuh
kedua kaki serta buku lali.
6.
Tertib.
(Fasal Empat)
Niat
adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya
didalam hati. Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan
waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).
(Fasal Lima)
Air
terbagi kepada dua macam;
1.
Air
yang sedikit. Dan air yang banyak.
2.
Adapun
air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak
itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air
yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya,
sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis
kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.
(Fasal Enam)
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara,
yaitu:
1.
Memasukkan
kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2.
Keluar
air mani.
3.
Mati.
4.
Keluar
darah haidh [datang bulan].
5.
Keluar
darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6.
Melahirkan.
(Fasal Tujuh)
Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1.
Niat
mandi wajib.
2.
Menyampaikan
air ke seluruh tubuh dengan sempurna.
(Fasal Delapan)
Syarat– Syarat Wudhu‘ ada sepuluh, yaitu:
1.
Islam.
2.
Tamyiz
(cukup umur dan ber’akal).
3.
Suci
dari haidh dan nifas.
4.
Lepas
dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5.
Tidak
ada sesuatu disalah satu anggota wudhu‘ yang merubah keaslian air.
6.
Mengetahui
bahwa hukum wudhu‘ tersebut adalah wajib.
7.
Tidak
boleh beri‘tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu‘
hukumnya sunnah (tidak wajib).
8.
Kesucian
air wudhu‘ tersebut.
9.
Masuk
waktu sholat yang dikerjakan.
10.
Muwalat
.
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da‘im al-hadats .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da‘im al-hadats .
(Fasal Sembilan)
Yang membatalkan wudhu‘ ada empat, yaitu:
1.
Apa
bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali
air mani.
2.
Hilang
akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat
bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak
keluar angin sewaktu tidur tersebut
3.
Bersentuhan
antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan
tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4.
Menyentuh
kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur
(kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.
(Fasal Sepuluh)
Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada
tiga, yaitu:
1.
Shalat,
fardhu maupun sunnah.
2.
Thowaaf
(keliling ka‘bah tujuh kali).
3.
Menyentuh
kitab suci Al-Qur‘an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar
(junub) ada lima,
yaitu:
1.
Sholat.
2.
Thowaaf.
3.
Menyentuh
Al-Qur‘an.
4.
Membaca
Al-Qur‘an.
5.
I‘tikaf
(berdiam di masjid).
Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada
sepuluh, yaitu:
1.
Sholat.
2.
Thowaaf.
3.
Menyentuh
Al-Qur‘an.
4.
Membaca
Al-Qur‘an.
5.
Puasa
6.
I’tikaf
di masjid.
7.
Masuk
ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan
mengotori masjid tersebut.
8.
Cerai,
karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9.
Jima‘.
10.
Bersenang
– senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.
(Fasal Sebelas)
Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada
tiga hal, yaitu:
1.
Tidak
ada air untuk berwudhu‘.
2.
Ada penyakit yang
mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3.
Ada air hanya sekedar
mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
1.
Orang
yang meninggalkan sholat wajib.
2.
Kafir
Harbiy (yang boleh di§ bunuh).
3.
Murtad.
4.
Penzina
dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah§ ber’aqad nikah yang
sah).
5.
Anjing
yang menyalak (tidak menta‘ati§ pemiliknya atau
tidak boleh dipelihara).
6.
Babi.§
(Fasal Dua Belas)
Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada
sepuluh, yaitu:
1.
Bertayammum
dengan tanah.
2.
Menggunakan
tanah yang suci tidak terkena najis.
3.
Tidak
pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4.
Murni
dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5.
Mengqoshod
atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan
tayammum.
6.
Masuk
waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7.
Bertayammum
tiap kali sholat fardhu tiba.
8.
Berhati
– hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai
tayammum.
9.
Menyapu
muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing –
masing (terpisah).
10.
Menghilangkan
segala najis di badan terlebih dahulu.
(Fasal Tiga Belas)
Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:
1.
Memindah
debu.
2.
Niat.
3.
Mengusap
wajah.
4.
Mengusap
kedua belah tangan sampai siku.
5.
Tertib
antara dua usapan.
(Fasal Empat Belas)
Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga,
yaitu:
1.
Semua
yang membatalkan wudhu’.
2.
Murtad.
3.
Ragu-ragu
terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.
(Fasal Lima Belas)
Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya
najis ada tiga, yaitu:
1.
Khamar
(air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2.
Kulit
binatang yang disamak.
3.
Semua
najis yang telah berubah menjadi binatang.
(Fasal Enam Belas)
Macam macam najis ada tiga, yaitu:
1.
Najis
besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2.
Najis
ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari
ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3.
Najis
sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.
(Fasal Tujuh Belas)
Cara menyucikan najis-najis:
1.
Najis
besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah
satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
2.
Najis
ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh
dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
3.
Najis
sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
·
Ainiyyah yaitu najis yang
masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan
menghilangkan sifat najis yang masih ada.
·
Hukmiyyah, yaitu najis yang
tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup
dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
(Fasal Delapan Belas)
Haid
Darah
haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam
atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci
antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak
terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada
umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.
(BAB III)
“SHALAT”
(Fasal Satu)
Udzur( ) sholat:
1.
Tidur .
2.
Lupa.
(Fasal Dua)
Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:
1.
Suci
dari hadats besar dan kecil.
2.
Suci
pakaian, badan dan tempat dari najis.
3.
Menutup
aurat.
4.
Menghadap
kiblat.
5.
Masuk
waktu sholat.
6.
Mengetahui
rukun-rukan sholat.
7.
Tidak
meyakini bahwa diantara rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
8.
Menjauhi
semua yang membatalkan sholat.
Macam-macam
hadats:
Hadats
ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’,
Hadats besar adalah hadats yang
mewajibkan seseorang untuk mandi.
Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
1.
Aurat
semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu
antara pusar dan lutut.
2.
Aurat
perempuan merdeka ketika sholat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak
tangan.
3.
Aurat
perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim),
yaitu seluruh badan.
4.
Aurat
perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu
antara pusar dan lutut.
(Fasal Tiga)
Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
1.
Niat.
2.
Takbirotul
ihrom (mengucapkan “Allahuakbar).
3.
Berdiri
bagi yang mampu.
4.
Membaca
fatihah.
5.
Ruku’
(membungkukkan badan).
6.
Thuma’ninah
(diam sebentar) waktu ruku’.
7.
I’tidal
(berdiri setelah ruku’).
8.
Thuma’ninah
(diam sebentar waktu i’tidal).
9.
Sujud
dua kali.
10. Thuma’ninah (diam
sebentar waktu sujud).
11. Duduk diantara dua
sujud.
12. Thuma’ninah (diam
sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir
(membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu
tasyahud.
15. Sholawat (kepada
nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan
sesuai urutannya).
(Fasal Empat)
Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
1.
Jika
sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan
shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah
(kefardhuannya).
2.
Jika
sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab,
diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan
seperti sunah Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
3.
Jika
sholat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat
mengerjakan sholat tersebut saja.
4.
Yang
dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan
yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat
fardhu.
(Fasal Lima)
Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:
1.
Mengucapkan
takbirotul ihrom tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
2.
Mengucapkannya
dengan bahasa Arab.
3.
Menggunakan
lafal “Allah”.
4.
Menggunakan
lafal “Akbar”.
5.
Berurutan
antara dua lafal tersebut.
6.
Tidak
memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
7.
Tidak
memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
8.
Tidak
mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9.
Tidak
menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw”
sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara
dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua
kalimat tersebut.
13. Masuk waktu sholat
tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan
takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam
mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma’mum
sesudah takbiratul ihrom dari imam.
(Fasal Enam)
Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1.
Tertib
(yaitu membaca surat
al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2.
Muwalat
(yaitu membaca surat
al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3.
Memperhatikan
makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4.
Tidak
lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat
memutuskan bacaan.
5.
Membaca
semua ayat al-Fatihah.
6.
Basmalah
termasuk ayat dari al-fatihah.
7.
Tidak
menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8.
Memabaca
surat
al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9.
Mendengar
surat
al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh
dzikir yang lain.
(Fasal Tujuh)
Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah
ada empat belas, yaitu:
1.
Tasydid
huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
2.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lafal (( الرّØÙ…Ù†) .
3.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lapal ( الرّØÙŠÙ…).
4.
Tasydid
“Lam” jalalah pada lafal ( الØÙ…د لله).
5.
Tasydid
huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
6.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lafal (الرّØÙ…Ù† ).
7.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lafal ( الرّØÙŠÙ…).
8.
Tasydid
huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
9.
Tasydid
huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
10. Tasydid huruf “Ya”
pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
11. Tasydid huruf “Shad”
pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf “Lam”
pada kalimat (صراط الّذين ).
13. Tasydid “Dhad” pada
kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf “Lam”
pada kalimat (ولا الضالين).
(Fasal Delapan)
Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika
shalat ada empat, yaitu:
1.
Ketika
takbiratul ihram.
2.
Ketika
Ruku’.
3.
Ketika
bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4.
Ketika
bangkit dari tashahud awal.
(Fasal Sembilan)
Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:
1.
Sujud
dengan tujuh anggota.
2.
Dahi
terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3.
Menekan
sekedar berat kepala.
4.
Tidak
ada maksud lain kecuali sujud.
5.
Tidak
sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6.
Meninggikan
bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7.
Thuma’ninah
pada sujud.
Penutup:
Ketika
seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh,
yaitu:
1.
Dahi.
2.
Bagian
dalam dari telapak tangan kanan.
3.
Bagian
dalam dari telapak tangan kiri.
4.
Lutut
kaki yang kanan.
5.
Lutut
kaki yang kiri.
6.
Bagian
dalam jari-jari kanan.
7.
Bagian
dalam jari-jari kiri.
(Fasal Sepuluh)
Dalam
kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu
harakah (baris) tasydid, enam belas
di antaranya terletak di kalimat
tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang
menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
1.
“Attahiyyat”:
harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
2.
“Attahiyyat”:
harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
3.
“Almubarakatusshalawat”:
harakah tasydid di huruf “Shad”.
4.
“Atthayyibaat”:
harakah tasydid di huruf “Tha’”.
5.
“Atthayyibaat”:
harakah tasydid di huruf “ya’”.
6.
“Lillaah”:
harakah tasydid di “Lam” jalalah.
7.
“Assalaam”:
di huruf “Sin”.
8.
“A’laika
ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
9.
“A’laika
ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
10. “A’laika
ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
11. “Warohmatullaah”: di “Lam”
jalalah.
12. “Wabarakatuh,
assalaam”: di huruf “Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”:
di “Lam” jalalah.
14. “Asshalihiin”: di
huruf shad.
15. “Asyhaduallaa”: di “Lam
alif”.
16. “Ilaha Illallaah”: di
“Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam”
jalalah.
18. “Waasyhaduanna”: di
huruf “Nun”.
19. “Muhammadarrasulullaah”:
di huruf “Mim”.
20. “Muhammadarrasulullaah”:
di huruf “Ra’”.
21. “Muhammadarrasulullaah”:
di huruf “Lam” jalalah.
(Fasal Sebelas)
Sekurang-kurang
kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah
Allaahumma shalli a’laa Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim” di Muhammad.
(Fasal Dua Belas)
Sekurang-kurang
salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu’alaikum.
Adpun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf “Sin”.
(Fasal Tiga Belas)
Waktu waktu shalat.
1.
Waktu
shalat dzuhur:
Dimulai dari
tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir
ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.
2.
Waktu
salat Ashar:
Dimulai ketika
bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir
ketika matahari terbenam.
3.
Waktu
shalat Magrib:
Berawal ketika
matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah
matahari terbenam.
4.
Waktu
shalat Isya
Diawali dengan
hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan
terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang
membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.
5.
Waktu
shalat Shubuh:
Di mulai dari
timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna sinar matahari yang muncul setelah
matahari terbenam ada tiga, yaitu:
1.
Sinar
merah,
2.
kuning
dan
3.
putih.
Sinar
merah muncul ketika magrib sedangkan
sinar
kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan
untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan
putih.
(Fasal Empat Belas)
Waktu Haram Sholat
Shalat
itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang
bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam
beberapa waktu, yaitu:
1.
Ketika
terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2.
Ketika
matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3.
Ketika
matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4.
Sesudah
shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5.
Sesudah
shalat Asar sampai matahari terbenam.
(Fasal Lima Belas)
Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada
waktu shalat ada enam tempat, yaitu:
1.
Antara
takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
2.
Antara
doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT dari setan
yang terkutuk).
3.
Antara
ta’awudz dan membaca fatihah.
4.
Antara
akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5.
Antara
ta’min dan membaca surat
(qur’an)
6.
Antara
membaca surat
dan ruku’.
Semua
tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan
membaca surat,
disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.
(Fasal Enam Belas)
Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma’ninah
ada empat, yaitu:
1.
Ketika
ruku’.
2.
Ketika
i’tidal.
3.
Ketika
sujud.
4.
Ketika
duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah
adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap
(tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).
(Fasal
Tujuh Belas)
Sebab
sujud sahwi ada empat, yaitu:
1.
Meninggalkan
sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika
seseorang meniggalkannya).
2.
Mengerjakan
sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak
membatalkan jika ia lupa.
3.
Memindahkan
rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4.
Mengerjakan
rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.
(Fasal
Delapan Belas)
Ab’adusshalah
ada enam, yaitu:
1.
Tasyahud
awal
2.
Duduk
tasyahud awal.
3.
Shalawat
untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
4.
Shalawat
untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5.
Do’a
qunut.
6.
Berdiri
untuk do’a qunut.
7.
Shalawat
dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.
(Fasal Sembilan Belas)
Perkara yang membatalkan shalat ada empat
belas, yaitu:
1.
Berhadats
(seperti kencing dan buang air besar).
2.
Terkena
najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan
tangan atau selainnya).
3.
Terbuka
aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4.
Mengucapkan
dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5.
Mengerjakan
sesuatu yang membatalkan puasa dengan sengaja.
6.
Makan
yang banyak sekalipun lupa.
7.
Bergerak
dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8.
Melompat
yang luas.
9.
Memukul
yang keras.
10. Menambah rukun fi’li
dengan sengaja.
11. Mendahului imam
dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua
rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan
shalat.
14. Mensyaratkan berhenti
shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.
(Fasal Dua Puluh)
Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi
imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
1.
Menjadi
Imam juma‘t
2.
Menjadi
imam dalam shalat i‘aadah (mengulangi shalat).
3.
Menjadi
imam shalat nazar berjama‘ah
4.
Menjadi
imam shalat jamak taqdim sebab hujan
(Fasal Dua Puluh Satu)
Syarat – Syarat ma‘mum mengikut imam ada
sebelas perkara, yaitu:
1.
Tidak
mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
2.
Tidak
meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha‘ shalat tersebut.
3.
Seorang
imam tidak menjadi ma‘mum .
4.
Seorang
imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5.
Ma‘mum
tidak melebihi tempat berdiri imam.
6.
Harus
mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7.
Berada
dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus
hasta.
8.
Ma‘mum
berniat mengikut imam atau niat jama‘ah.
9.
Shalat
imam dan ma‘mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10. Ma‘mum tidak
menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
11. Ma‘mum harus
mengikuti perbuatan imam.
(Fasal Dua Puluh Dua)
Ada lima
golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
1.
Laki
–laki mengikut laki – laki.
2.
Perempuan
mengikut laki – laki.
3.
Banci
mengikut laki – laki.
4.
Perempuan
mengikut banci.
5.
Perempuan
mengikut perempuan.
(Fasal Dua Puluh Tiga)
Ada empat golongan orang – orang yang tidak
sah dalam berjamaah, yaitu:
1.
Laki
– laki mengikut perempuan.
2.
Laki
– laki mengikut banci.
3.
Banci
mengikut perempuan.
4.
Banci
mengikut banci.
(Fasal Dua Puluh Empat)
Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1-
Di
mulai dari shalat yang pertama.
2-
Niat
jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3-
Berturut
– turut.
4-
Udzurnya
terus menerus.
(Fasal Dua Puluh Lima)
Ada dua syarat jamak takhir, yaitu
1-
Niat
ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar
lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2-
Udzurnya
terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.
(Fasal Dua Puluh Enam)
Ada tujuh syarat qasar, yaitu:
1-
Jauh
perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari
semalam).
2-
Perjalanan
yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat
mengerja maksiat ).
3-
Mengetahui
hukum kebolehan qasar.
4-
Niat
qasar ketika takbiratul ‘ihram.
5-
Shalat
yang di qasar adalah shalat ruba‘iyah (tidak kurang dari empat rak‘aat).
6-
Perjalanan
terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7-
Tidak
mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian
shalat nya.
(Fasal Dua Puluh Tujuh)
Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:
1.
Khutbah
dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2.
Kegiatan
Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3.
Dilaksanakan
secara berjamaah.
4.
Jamaah
Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, balig dan penduduk
asli daerah tersebut.
5.
Dilaksanakan
secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat
Jum’at
(Fasal Dua Puluh Delapan)
Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu
1.
Mengucapkan
“الØÙ…د لله” dalam dua khutbah tersebut.
2.
Bershalawat
kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3.
Berwasiat
ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4.
Membaca
ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5.
Mendo’akan
seluruh umat muslim pada akhir khutbah.
(Fasal Dua Puluh Sembilan)
Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:
1.
Bersih
dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2.
Pakaian,
badan dan tempat bersih dari segala najis.
3.
Menutup
aurat.
4.
Khutbah
disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5.
Kedua
khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah
beberapa detik.
6.
Kedua
khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang
lain, kecuali duduk).
7.
Khutbah
dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8.
Kedua
khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9.
Khutbah
Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah
tersebut.
10. Khutbah Jum’at
dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.
(BAB IV)
”jenazah”
(Fasal Satu)
pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya
yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1.
Memandikan.
2.
Mengkafani.
3.
Menshalatkan
(sholat jenazah).
4.
Memakamkan
.
(Fasal Kedua)
Cara memandikan seorang muslim yang meninggal
dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.
(Fasal Ketiga)
Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi
seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh
badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju,
khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.
(Fasal Keempat)
Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:
1.
Niat.
2.
Empat kali takbir.
3.
Berdiri bagi orang yang mampu.
4.
Membaca Surat Al-Fatihah.
5.
Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6.
Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7.
Salam.
(Fasal Kelima)
Sekurang-kurang
menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan
menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan
luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke
arah qiblat.
(Fasal Keenam)
Mayat boleh digali kembali, karena ada salah
satu dari empat perkara, yaitu:
1.
Untuk
dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2.
Untuk
menghadapkannya ke arah qiblat.
3.
Untuk
mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4.
Wanita
yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih
hidup
(Fasal Ketujuh)
Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain
dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1.
Boleh.
2.
Khilaf
Aula.
3.
Makruh
4.
Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk
mendekatkan air.v
Khilafv aula meminta menuangkan
air atas orang yang berwudlu.
Makruhv meminta menuangkan air bagi orang yang
membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit
ketika iav lemah (tidak mampu untuk melakukannya
sendiri).
(BAB V)
”zakat”
(Fasal Satu)
Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada
enam macam, yaitu:
1.
Binatang
ternak.
2.
Emas
dan perak.
3.
Biji-bijian
(yang menjadi makanan pokok).
4.
Harta
perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5.
Harta
yang tertkubur.
6.
Hasil
tambang.
(BAB VI)
”Puasa”
(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu
ketentuan-ketentuan berikut ini:
1.
Dengan
mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2.
Dengan
melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3.
Dengan
melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4.
Dengan
Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik
yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya
akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5.
Dengan
beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal
tersebut.
(Fasal Kedua)
Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4)
perkara, yaitu:
1.
Islam.
2.
Berakal.
3.
Suci
dari seumpama darah haidh.
4.
Dalam
waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
(Fasal Ketiga)
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara,
yaitu:
1.
Islam.
2.
Taklif
(dibebankan untuk berpuasa).
3.
Kuat
berpuasa.
4.
Sehat.
5.
Iqamah
(tidak bepergian).
(Fasal Keempat)
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1.
Niat
pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2.
Menahan
diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa
memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3.
Orang
yang berpuasa.
(Fasal Kelima)
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan
teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari
penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan
minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1.
Dalam
bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2.
Terhadap
orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3.
Terhadap
orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa
Fajar telah terbit.
4.
Terhadap
orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa
Matahari belum tenggelam.
5.
Terhadap
orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh,
kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6.
Terhadap
orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan
ke hidung.
(Fasal Keenam)
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam,
yaitu:
1.
Sebab-sebab
murtad.
2.
Haidh.
3.
Nifas.
4.
Melahirkan.
5.
Gila
sekalipun sebentar.
6.
Pingsan
dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
(Fasal Ketujuh)
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi
empat macam, yaitu:
Diwajibkan,
sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
Diharuskan, sebagaimana
orang yang berlayar dan orang yang sakit.
Tidak diwajibkan,
tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
Diharamkan (ditegah),
sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan
sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian
terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1.
Orang
yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya
karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang
menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2.
Orang
yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3.
Orang
yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat
tua yang tidak kuasa.
4.
Orang
yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang
tidak disengaja.
(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa
sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1.
Ketika
kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2.
Atau
tidak tahu hukumnya .
3.
Atau
dipaksa orang lain.
4.
Ketika
kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara
gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5.
Ketika
kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6.
Ketika
kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7.
Ketika
kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.
Tamat…
Wa Allahu a’lam bishawab
Kemudian kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim , dengan berkah beginda kita Nabi Muhammad SAW yang wasim , supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka segala kesalahan dan dosa.
Langganan:
Postingan (Atom)